Begitu ia bangun, ia sudah berada di rumah duka. yaaa, saya juga jadi tau ternyata orang sana kalau meninggal dirawatnya segitu lama ya. si anna ini punya waktu 3 hari sebelum pemakamannya. selama tiga hari tersebut, si anna nggak mau nerima kenyataan kalau dia udah mati. Eliot Deacon, si pengurus mayat, dengan wajah nggak bisa ditebak, terus meyakinkan kalau dia udah meninggal. lho ya, kalo si anna emang udah meninggal, kok si eliot bisa ngomong sama dia? Nah, si eliot sih bilangnya dia punya kemampuan lebih buat ngomong sama orang yang lagi dalam peralihan hidup ke mati.
Si anna berkali-kali berusaha kabur tapi gagal. sampai akhirnya dia ngeliat dirinya di kaca, dia menyadari kalau dia pucat banget. yaaa kayak orang mati. sejak saat itu, dia udah mau nerima kematian dia. dia nggak pernah berusaha kabur lagi.
dilain pihak, si paul yang masih tidak bisa menerima kepergiannya, mencurigai eliot berbohong soal kematian kekasihnya itu. hal itu diperkuat dengan kesaksian Jack, murid Anna di sekolah yang bilang kalau dia melihat anna berdiri dekat jendela dengan memakai gaun merah yang mana memang gaun yang di pakai anna terakhir kali.
ya berbagai upaya telah dilakukannya tapi gagal. sampai tiba hari pemakaman anna. beberapa menit sebelumnya, anna yang masih bisa ngobrol dengan eliot, punya permintaan terakhir, yaitu buat melihat wajahnya untuk terakhir kalinya. si eliot yang baik itu (read : semoga saja) mengabulkannya dan mengambilkan cermin. eh ternyata pas anna menghembuskan napas kuat-kuat, di cermin itu ada uap air bekasnya napas itu. si anna langsung teriak menyadari kalau si eliot bohong.
Pertanyaan besarnya adalah : si anna beneran mati nggak sih?
jawabannya adalah : Tidak ada.
dari awal film sampai detik terakhir pun saya masih tidak menemukan jawabannya. rupannya sutrada film ini pandai menarik penasaran penonton. okelah, penasaran kan ciri khas film horror. masalahnya adalah, sampai filmnya selesai tetep nggak ada penjelasan. lah ya bikin galau. rupa-rupanya sutradara pengen tiap penonton punya ending sendiri. seneng nggak sih disuruh bikin ending sendiri?
kalau saya pribadi, ya memang kalau nonton film yang ending jelek pasti langsung kecewa. apalagi dari awal bagus, eh tiba-tiba endingnya gitu tok. kadang-kadang juga saking sebelnya sampai ngomel-ngomel "harusnya ending gini", "harusnya gitu...". iya kan? semacam bikin ending sendiri. nah ini yang bikin film after life nggak mau susah, daripada dia bikin ending kita komenin jelek-jelek. mending dia nggak usah bikin ending, biar kita mikir sendiri gimana endingnya sesuai selera, kesukaan dan kepercayaan masing-masing.
dengan demikian, pelajaran yang bisa dipetik dari film ini adalah : saya memang nggak suka ending film yang jelek, tapi lebih nggak suka lagi kalau disuruh bikin ending sendiri. jadi mulai sekarang, JANGAN PERNAH PROTES DENGAN ENDING FILM! daripada disuruh bikin ending sendiri, pilih mana?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar