Find The INCREDIBLE side, behind this INCREDIBLE world, because you’re INCREDIBLE one

Minggu, 04 Desember 2011

Resensi 2



Ketika Takdir harus dilawan



                      
Judul Buku          : 2
Pengarang          : Donny Dhirgantoro
Penerbit              : Grasindo
Tahun Terbit      : Juli, 2011
Tebal Buku          : 418 halaman
Harga                    : Rp 55.000,-


 
Bagi yang sudah membaca novel berjudul 5cm, pasti nama Donny Dhirgantoro sudah tidak asing lagi. 5cm adalah novel pertamanya yang diterbitkan Grasindo pada tahun 2005 dan terus dicetak ulang sampai saat ini dan dalam tahap produksi untuk diangkat kelayar lebar. Ya, penulis yang terkenal dengan jiwa patriotisme yang tinggi ini kembali membawa nama Indonesia ke dalam novel keduanya yang berjudul “2”.
Dari judulnya yang unik dan covernya yang berwarna merah putih saja, Donny Dhirgantoro berhasil menciptakan keunikan tersendiri dan mampu menghadirkan ketertarikan untuk membacanya. Namun setelah membaca novel ini, dijamin, anda tidak akan merasa menjadi korban keunikan judul dan cover belaka. Karena lewat tokoh utama novel ini penulis yang ternyata penggemar spongebob ini berusaha menularkan semangat dan motivasi bagi pembacanya.



Dialah Gusni, seorang gadis yang memiliki ukuran badan diatas rata-rata sejak lahir. Ia dilahirkan dengan berat lahir sekitar 6 kg. Ia tumbuh menjadi gadis ceria dan percaya diri meskipun dengan berat badan berlebihan yang membuatnya berbeda dengan orang diseitarnya. Itu semua berkat semangat yang diberikan keluarganya padanya. Ia sama sekali tidak minder meskipun fisiknya jauh berbeda dengan anggota keluarganya yang lain.
Papa, Mama, Gita, dan Gusni. Sebuah keluarga kecil yang bahagia, sayangnya tak ada hidup yang sempurna. Di tengah kebahagiaan mereka, mereka harus menerima kenyataan bahwa ukuran jumbo Gusni bukanlah tanpa sebab, pipi nulatnya itu bukanlah hanya karena Gusni suka makan. Ia mengidap penyakit genetis yang membuatnya diramalkan tidak hidup lama. Penyakit tersebut menyebabkan berat badannya tidak bisa turun sekalipun ia berjuang keras. Itu artinya, ia hanya bisa menahan agar barat badannya tidak naik bukan menurunkan berat badan. Padahal, saat itu berat badan Gusni tepat 125 Kg.Malangnya lagi, belum ditemukan obat untuk penyakit satu ini.
Konflik juga muncul ketika Gusni kecil yang belum mengerti tentang penyakit yang dideritanya memiliki mimpi tinggi untuk bisa menjadi pemain bulutangkis nasional seperti kakaknya, Gita. Papa yang mengetahui bahwa menjadi pemain bulutangkis nasional dengan berat badan seperti itu tidaklah mungkin, hanya bisa menahan Gusni dengan menjanjikannya suatu saat nanti pasti ia akan diijinkan memegang raket seperti milik Gita. Ya, raket yang sama saat Gita pertama kali belajar bulutangkis.
Gusni kecil yang masih mantap dengan mimpinya menjadi pemain bulutangkis nasional, kemudian bertemu dengan laki-laki yang memiliki ukuran tubuh, penampilan dan hobby yang sama dengannya, yaitu makan onde-onde. Penulis berhasil membuat kita bernostalgia membaca kisah persahabatan Gusni dan Harry. Kepada Gusni lah, Harry pertama kali menceritakan mimpinya untuk memiliki restauran bakmi sendiri. Begitu pula sebaliknya, dengan semangat tiada tara Gusni mengungkapkan keinginannya menjadi pemain bulu tangkis nasional.
Sayangnya, kisah persahabatan mereka harus terhenti karena kepergian Harry. Ya, kerusuhan 1998 membuat keluarga Harry kehilangan satu-satunya mata pencaharian. Sehingga mereka terpaksa kembali ke tempat kelahiran papa Harry dan meninggalkan Jakarta entah sampai kapan. Penulis kembali membuat nperasaan pembaca terbawa dengan perpisahan dua sahabat mungil yang polos ini. persahabatan mereka yang jujur, tulus dan indah tersebut harus terenggut hanya karena anarkisme Indonesia tahun 1998.
Sepeninggal Harry, Cerita kembali terpusat pada Gusni dan mimpinya. Gusni yang semakin terpuruk tanpa sahabatnya tersebut hanya bisa mengalihkan pikirannya dari harry dengan mimpinya menjadi pemain bulutangkis nasional seperti Kak Gita.
Sayangnya, Gusni harus mengalami kehilangan dua kali. setelah kehilangan Harry, kini ia harus kehilangan mimpi besarnya. Di usianya ke 18, Gusni harus besar hati mengetahui penyakit yang dideritanya. Dan tentunya, ia juga mengetahui bahwa tak mungkin ia bisa menjadi pemain bulutangkis hebat seperti Kak Gita.
Inilah semangat yang penulis tularkan melalui Gusni, Ia sama sekali tak hentar meraih mimpinya sekalipun ia tau keterbatasannya. Tidaklah mudah menjadi atlet dengan berat badan diatas 100 Kg. Dengan tekad diri yang kuat, ia bangun sebelum jam 5 pagi Lalu keluar rumah untuk lari sejauh 6 Km setiap hari.
Penulis kembali membuat pembaca terbawa suasana dengan kedatangan Harry kembali secara tiba-tiba dalam kehidupan Gusni. Gusni seolah menemukan semangat hidup baru dengan hadirnya Harry. Apalagi setelah Harry mengungkapkan perasaannya dan mau menerima Gusni apa adanya sekalipun dengan penyakit yang dideritanya.
Melihat kegigihan Gusni, seorang pelatih bulutangkis akhirnya mau melatihnya menjadi atlet profesional. Karena prinsipnya, “Jangan pernah meremehkan kekuatan seorang manusia, karena Tuhan sedikitpun tidak pernah”. Dengan bantuannya, Gusni berhasil membuktikan pada dunia betapa besarnya kekuatan tekad.
Lewat novel ini, penulis kembali mengingatkan kita bahwa tak ada yang lebih kuat melainkan tekad kita. Mimpi adalah dasar dari semuanya. Gusni telah membuka mata dunia yang selama ini mengalah pada takdir. Adakalanya, Takdir akan mengalah melihat seberapa besar kekuatan kita untuk melawannya. Dan Gusni, gadis besar dengan pipi buah apel telah membuktikannya.
Kita hanyalah pembual nomor satubagi diri kita sendiri bila kita hanya bermimpi besar, namun tidak berusaha menggapainya. Dan kita hanyalah pembual nomor satu bagi dunia, jika kita berjuang keras untuk suatu mimpi yang tidak jelas. Karena Gusni percaya, Gusni yakin segala sesuatu yang ada di Bumi ini diciptakan 2 kali. Dalam mimpi, dan dalam dunia nyata. Bersama alam bawah sadar kita, kita bermimpi. Dan didalam alam sadar kita, kita berjuang. Dan kita juga harus percaya.
Meskipun ini adalah novel motivasi, namun penulis berhasil menuliskannya dengan bahasa luwes dan humor yang pas. Sehingga tidak mengudang kejenuhan bagi pembaca. Sayangnya, menurut saya beberapa bab terakhir novel ini terasa sedikit monoton. Rasa penasaran saya dan semangat untuk membaca rasanya semakin luntur. Untungnya, ending dan kata-kata penyemangat dari penulis di akhir cerita kembali menaikkan mood saya.
Selain itu kelebihan novel ini terletak pada tema yang diambi. Menurut saya, tema yang diambil sangat berani mengingat ketertarikan orang pada bulutangkis sekarang tengah menurun seiring dengan maraknya pembicaraan mengenai timnas Garuda Muda. Novel ini kembali mengingatkan kita bahwa selain sepak bola, kita juga punya bulutangkis yang siap untuk membanggakan Negeri kita tercinta ini.
Jadi secara keseluruhan, novel ini patut diacungi jempol dan masuk dalam daftar novel yang harus dibeli dan dibaca. Bila anda adalah pembaca novel sejati, tentunya anda pasti tidak akan keberatan membaca novel ini. namun bila anda bukanlah penggemar novel dan malas begitu mengetahui halaman novel ini yang tebal, maka ingatlah, tidakkah anda pensaran dengan huruf “2” sebagai judul novel ini? bacalah dan carilah maksud angka tersebut, maka anda akan masuk dalam dunia yang digambarkan Donny Dhirgantoro sampai hal setebal itu habis begitu saja. Anda tidak percaya? Mari Buktikan!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar