Ketika Takdir harus dilawan
Judul Buku : 2
Pengarang : Donny Dhirgantoro
Penerbit : Grasindo
Tahun Terbit : Juli, 2011
Tebal Buku : 418 halaman
Harga : Rp 55.000,-
Bagi yang sudah
membaca novel berjudul 5cm, pasti nama Donny Dhirgantoro sudah tidak asing
lagi. 5cm adalah novel pertamanya yang diterbitkan Grasindo pada tahun 2005 dan
terus dicetak ulang sampai saat ini dan dalam tahap produksi untuk diangkat
kelayar lebar. Ya, penulis yang terkenal dengan jiwa patriotisme yang tinggi
ini kembali membawa nama Indonesia ke dalam novel keduanya yang berjudul “2”.
Dari judulnya
yang unik dan covernya yang berwarna merah putih saja, Donny Dhirgantoro
berhasil menciptakan keunikan tersendiri dan mampu menghadirkan ketertarikan
untuk membacanya. Namun setelah membaca novel ini, dijamin, anda tidak akan
merasa menjadi korban keunikan judul dan cover belaka. Karena lewat tokoh utama
novel ini penulis yang ternyata penggemar spongebob ini berusaha menularkan
semangat dan motivasi bagi pembacanya.
Dialah Gusni, seorang
gadis yang memiliki ukuran badan diatas rata-rata sejak lahir. Ia dilahirkan
dengan berat lahir sekitar 6 kg. Ia tumbuh menjadi gadis ceria dan percaya diri
meskipun dengan berat badan berlebihan yang membuatnya berbeda dengan orang
diseitarnya. Itu semua berkat semangat yang diberikan keluarganya padanya. Ia
sama sekali tidak minder meskipun fisiknya jauh berbeda dengan anggota
keluarganya yang lain.
Papa, Mama,
Gita, dan Gusni. Sebuah keluarga kecil yang bahagia, sayangnya tak ada hidup
yang sempurna. Di tengah kebahagiaan mereka, mereka harus menerima kenyataan
bahwa ukuran jumbo Gusni bukanlah tanpa sebab, pipi nulatnya itu bukanlah hanya
karena Gusni suka makan. Ia mengidap penyakit genetis yang membuatnya
diramalkan tidak hidup lama. Penyakit tersebut menyebabkan berat badannya tidak
bisa turun sekalipun ia berjuang keras. Itu artinya, ia hanya bisa menahan agar
barat badannya tidak naik bukan menurunkan berat badan. Padahal, saat itu berat
badan Gusni tepat 125 Kg.Malangnya lagi, belum ditemukan obat untuk penyakit
satu ini.
Konflik juga
muncul ketika Gusni kecil yang belum mengerti tentang penyakit yang dideritanya
memiliki mimpi tinggi untuk bisa menjadi pemain bulutangkis nasional seperti
kakaknya, Gita. Papa yang mengetahui bahwa menjadi pemain bulutangkis nasional
dengan berat badan seperti itu tidaklah mungkin, hanya bisa menahan Gusni
dengan menjanjikannya suatu saat nanti pasti ia akan diijinkan memegang raket
seperti milik Gita. Ya, raket yang sama saat Gita pertama kali belajar
bulutangkis.
Gusni kecil
yang masih mantap dengan mimpinya menjadi pemain bulutangkis nasional, kemudian
bertemu dengan laki-laki yang memiliki ukuran tubuh, penampilan dan hobby yang
sama dengannya, yaitu makan onde-onde. Penulis berhasil membuat kita
bernostalgia membaca kisah persahabatan Gusni dan Harry. Kepada Gusni lah,
Harry pertama kali menceritakan mimpinya untuk memiliki restauran bakmi
sendiri. Begitu pula sebaliknya, dengan semangat tiada tara Gusni mengungkapkan
keinginannya menjadi pemain bulu tangkis nasional.
Sayangnya,
kisah persahabatan mereka harus terhenti karena kepergian Harry. Ya, kerusuhan
1998 membuat keluarga Harry kehilangan satu-satunya mata pencaharian. Sehingga
mereka terpaksa kembali ke tempat kelahiran papa Harry dan meninggalkan Jakarta
entah sampai kapan. Penulis kembali membuat nperasaan pembaca terbawa dengan
perpisahan dua sahabat mungil yang polos ini. persahabatan mereka yang jujur,
tulus dan indah tersebut harus terenggut hanya karena anarkisme Indonesia tahun
1998.
Sepeninggal
Harry, Cerita kembali terpusat pada Gusni dan mimpinya. Gusni yang semakin
terpuruk tanpa sahabatnya tersebut hanya bisa mengalihkan pikirannya dari harry
dengan mimpinya menjadi pemain bulutangkis nasional seperti Kak Gita.
Sayangnya,
Gusni harus mengalami kehilangan dua kali. setelah kehilangan Harry, kini ia
harus kehilangan mimpi besarnya. Di usianya ke 18, Gusni harus besar hati
mengetahui penyakit yang dideritanya. Dan tentunya, ia juga mengetahui bahwa
tak mungkin ia bisa menjadi pemain bulutangkis hebat seperti Kak Gita.
Inilah semangat
yang penulis tularkan melalui Gusni, Ia sama sekali tak hentar meraih mimpinya
sekalipun ia tau keterbatasannya. Tidaklah mudah menjadi atlet dengan berat
badan diatas 100 Kg. Dengan tekad diri yang kuat, ia bangun sebelum jam 5 pagi
Lalu keluar rumah untuk lari sejauh 6 Km setiap hari.
Penulis kembali
membuat pembaca terbawa suasana dengan kedatangan Harry kembali secara
tiba-tiba dalam kehidupan Gusni. Gusni seolah menemukan semangat hidup baru
dengan hadirnya Harry. Apalagi setelah Harry mengungkapkan perasaannya dan mau
menerima Gusni apa adanya sekalipun dengan penyakit yang dideritanya.
Melihat kegigihan
Gusni, seorang pelatih bulutangkis akhirnya mau melatihnya menjadi atlet
profesional. Karena prinsipnya, “Jangan pernah meremehkan kekuatan
seorang manusia, karena Tuhan sedikitpun tidak pernah”. Dengan bantuannya, Gusni berhasil membuktikan pada dunia betapa
besarnya kekuatan tekad.
Lewat novel ini, penulis kembali mengingatkan kita bahwa tak ada yang
lebih kuat melainkan tekad kita. Mimpi adalah dasar dari semuanya. Gusni telah
membuka mata dunia yang selama ini mengalah pada takdir. Adakalanya, Takdir
akan mengalah melihat seberapa besar kekuatan kita untuk melawannya. Dan Gusni,
gadis besar dengan pipi buah apel telah membuktikannya.
Kita hanyalah pembual nomor satubagi diri kita sendiri bila kita hanya
bermimpi besar, namun tidak berusaha menggapainya. Dan kita hanyalah pembual
nomor satu bagi dunia, jika kita berjuang keras untuk suatu mimpi yang tidak
jelas. Karena Gusni percaya, Gusni yakin segala sesuatu yang ada di Bumi ini
diciptakan 2 kali. Dalam mimpi, dan dalam dunia nyata. Bersama alam bawah sadar
kita, kita bermimpi. Dan didalam alam sadar kita, kita berjuang. Dan kita juga
harus percaya.
Meskipun ini adalah novel motivasi, namun penulis berhasil
menuliskannya dengan bahasa luwes dan humor yang pas. Sehingga tidak mengudang
kejenuhan bagi pembaca. Sayangnya, menurut saya beberapa bab terakhir novel ini
terasa sedikit monoton. Rasa penasaran saya dan semangat untuk membaca rasanya
semakin luntur. Untungnya, ending dan kata-kata penyemangat dari penulis di
akhir cerita kembali menaikkan mood saya.
Selain itu kelebihan novel ini terletak pada tema yang diambi. Menurut
saya, tema yang diambil sangat berani mengingat ketertarikan orang pada
bulutangkis sekarang tengah menurun seiring dengan maraknya pembicaraan
mengenai timnas Garuda Muda. Novel ini kembali mengingatkan kita bahwa selain
sepak bola, kita juga punya bulutangkis yang siap untuk membanggakan Negeri
kita tercinta ini.
Jadi secara keseluruhan, novel ini patut diacungi jempol dan masuk
dalam daftar novel yang harus dibeli dan dibaca. Bila anda adalah pembaca novel
sejati, tentunya anda pasti tidak akan keberatan membaca novel ini. namun bila
anda bukanlah penggemar novel dan malas begitu mengetahui halaman novel ini
yang tebal, maka ingatlah, tidakkah anda pensaran dengan huruf “2” sebagai
judul novel ini? bacalah dan carilah maksud angka tersebut, maka anda akan
masuk dalam dunia yang digambarkan Donny Dhirgantoro sampai hal setebal itu
habis begitu saja. Anda tidak percaya? Mari Buktikan!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar